Stepanus Haryanto
SMP Krista Mitra
stepanus.haryanto@kristamitra.sch.id
Abstrak: Fenomena cepatnya perkembangan teknologi dan informasi yang sangat cepat tidak boleh dianggap biasa-biasa saja terutama untuk anak-anak sekolah. Perlu disadari bahwa perkembangan pesat ini bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi dapat mendatangkan berkah tetapi di lain sisi mendatangkan “Musibah” bagi yang tidak pintar dan bijak menggunakannya. Salah satu cara untuk mengantisipasi terjadinya “Musibah” pada anak-anak usia remaja adalah dengan Gerakan Edukasi Mental Anak secara terpadu dan berkelanjutan. Sebuah gerakan disertai sistem Manajemen Mutu Terpadu yang sering dikenal dengan istilah Total Qulity Management (TQM) diharapkan dapat memberikan solusi dan dampak positif bagi para siswa. Gerakan Edukasi Mental Anak diharapkan dapat menciptakan suasana aman dan nyaman di sekolah. Aman dan nyaman menjadi kata kunci karena sangat mendukung proses belajar mengajar di kelas. Siswa diharapkan tidak hanya unggul secara akademis tetapi benar-benar bertumbuh dan berkembang menjadi siswa yang cerdas berkarakter. Model perbaikan berkelanjutan dengan siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act) membuat program-program terencana dan terevaluasi dengan baik. Akhirnya, perubahan positif pada siswa membuat para orang tua semakin senang dan bangga atas capaian yang telah diraih anak-anak mereka.
Kata Kunci: Edukasi Mental Anak, Manajemen Mutu Terpadu, Cerdas Berkarakter
1. Pendahuluan
Perkembangan teknologi dan informasi berkembang sangat cepat dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan bermasyarakat. Perkembangan internet yang pesat telah berdampak pada teraksesnya informasi dari belahan dunia mana pun dalam waktu yang sangat singkat dan mudah. Siapa pun baik anak-anak, remaja, orang dewasa dan orang tua bisa mengaksesnya asalkan memiliki smartphone dan kuota data atau wifi. Internet telah menjadi kebutuhan pokok, informasi bukan barang sulit untuk dicari, dan smartphone telah menjadi barang yang sangat intim melekat kuat dengan pemiliknya karena ke mana pun seseorang pergi handphone tidak pernah ditinggal.
Fenomena ini tidak boleh dipandang sebagai hal yang biasa-biasa saja terutama untuk anak-anak sekolah. Perkembangan teknologi dan informasi yang amat cepat ini bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi dapat mendatangkan berkah tetapi di lain sisi mendatangkan “Musibah”. Jika seseorang bisa menggunakan smartphone serta menyikapi perkembangan teknologi dan informasi dengan bijak maka ia akan mendapatkan berkah karena peranti ini dapat memberdayakannya. Sebaliknya, seseorang yang tidak pintar dan bijak menyikapi pesatnya perkembangan teknologi dan informasi akan terperdaya, terikat, dan terjerumus dalam jurang kebobrokan mental. Kondisi seperti itulah yang disebut “Musibah”.
Sekolah sebagai bagian dari tri pusat pendidikan memiliki tanggung jawab yang mulia dan berat untuk menjaga, membimbing, mengarahkan, dan melindungi anak-anak yang telah dipercayakan oleh orang tua. Anak-anak sekolah harus dicegah sedini mungkin agar tidak terbawa arus informasi yang bisa menyesatkan mereka. Anak-anak tidak boleh menjadi korban keganasan informasi yang serba cepat tanpa batas dan sulit terbendung.
Menyikapi tanda-tanda zaman ini, sekolah sebagai lembaga pendidikan tidak boleh overcognitif. Sekolah perlu mempersiapkan desain pendidikan yang benar-benar terpadu dan berkelanjutan demi menyelamatkan anak-anak dari “Musibah” berkepanjangan. Semua stakeholder dari sekolah perlu duduk bersama memikirkan dan membuat kebijakan-kebijakan yang responsif terhadap situasi dan kondisi yang selalu berubah-ubah. Semua insan pendidikan harus menyadari bahwa dunia saat ini penuh dengan ketidakpastian. Sekolah, keluarga, dan masyarakat harus bersinergi untuk mewujudnyatakan dan menunjukkan jati diri yang sesungguhnya sebagai tri pusat pendidikan.
Sebaik apa pun kebijakan dari pemerintah mengenai pendidikan karakter, berhasil dan tidaknya program pendidikan karakter itu tergantung dari sistem manajemen yang dijalankan pada satuan pendidikan. Total Quality Management (TQM) yang sering disebut Manajemen Mutu Terpadu harus benar-benar memenuhi fungsinya dengan baik. Model perbaikan berkelanjutan dengan siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act) dijalankan sesuai prosedur. Jadi, implementasi di satuan pendidikan menjadi kunci penentu keberhasilan penguatan pendidikan karakter.
Berdasarkan hasil refleksi rapor pendidikan tahun 2023, SMP Krista Mitra mengalami penurunan sebesar 9,97% pada aspek Iklim Keamanan Sekolah. Skor pada tahun 2022 sebesar 83,33 menjadi 75,02 pada tahun 2023. Dari catatan prioritas rekomendasi, aspek ini menjadi urutan pertama agar menjadi perhatian serius bagi satuan pendidikan.
Dari definisi capaian dalam rapor pendidikan dinyatakan bahwa satuan pendidikan memiliki lingkungan sekolah yang aman, terlihat dari kesejahteraan psikologis yang baik dan rendahnya kasus perundungan, hukuman fisik, kekerasan seksual, dan penyalahgunaan narkoba. Satuan pendidikan dapat mempertahankan kualitas warga sekolah dalam mencegah dan menangani kasus untuk menciptakan iklim keamanan di lingkungan sekolah. Dari deskripsi tersebut, tampak bahwa iklim keamanan sekolah mengalami penurunan namun masih dalam kategori “Baik” dan perlu ditingkatkan.
Bertolak dari pengalaman pada tahun ajaran 2022/2023, penulis tergerak hati untuk melakukan gerakan yang dapat menciptakan suasana sekolah yang lebih aman dan nyaman. Siswa bisa belajar lebih tenang dan tidak terjadi lagi gejolak di antara orang tua karena kasus perundungan atau bentuk kekerasan lainnya. Ada dampak positif yang benar-benar bisa dirasakan orang tua dari rangkaian gerakan edukasi yang terpadu dan berkelanjutan.
Sesuai visi sekolah, sekolah bertekad bulat untuk mendidik dan mendampingi siswa agar menjadi pribadi-pribadi yang cerdas berkarakter. Dalam implementasinya, sekolah menerapkan Manajemen Mutu Terpadu dan PDCA. Program-program edukasi dibuat secara terpadu dan berkelanjutan agar ada perubahan yang signifikan pada diri siswa. Oleh karena itu, best practice ini diberi judul GEMA SPARTAN MENUJU TERWUJUDNYA SISWA CERDAS BERKARAKTER. GEMA SPARTAN adalah akronim dari Gerakan Edukasi Mental Anak Secara terPAdu dan beRkelanjuTAN. Rangkaian kata GEMA SPARTAN itu sendiri memiliki arti ajakan untuk memiliki tiga budaya inti, yaitu “Kedisiplinan, Kepatuhan, dan Keberanian” sebagaimana tekad yang dimiliki oleh Spartan, yaitu masyarakat pejuang Yunani kuno.
2. Kajian Pustaka
2.1 Karakter dan Pendidikan Karakter
Karakter yang kuat bukanlah sesuatu yang muncul dalam situasi-situasi tertentu, tetapi menjadi bagian dari identitas dan kepribadian seseorang. Luisa Diana Handoyo (Lie, Anita dkk., 2020) mengemukakan bahwa karakter bukan sekedar mengetahui hal yang baik dan buruk, tetapi lebih dalam lagi hingga mencapai tahap internalisasi dalam diri seseorang yang kemudian terwujud dalam tindakan.
Menurut Ki Hadjar Dewantara, karakter atau watak atau budi pekerti yaitu bulatnya jiwa manusia sebagai jiwa yang berasas hukum kebatinan. Orang yang memiliki kecerdasan budi pekerti senantiasa memikir-mikirkan dan merasa-rasakan serta selalu memakai ukuran, timbangan, dan dasar-dasar yang pasti dan tetap. Orang dapat kita kenal wataknya dengan pasti karena watak atau budi pekerti itu memang bersifat tetap dan pasti.
Secara teoritis, karakter seseorang dapat dilihat dari 3 aspek, yaitu: mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good) (Lie, Anita dkk., 2020; Listyarti, 2012). Dari kesemua pendapat tersebut dapat ditarik garis besar bahwa karakter merupakan bagian dari identias dan kepribadian seseorang yang bersifat tetap dan pasti serta terwujud dalam tindakan dengan melakukan kebaikan.
Karakter individu ditumbuhkan dan dikembangkan melalui pendiikan karakter. Pendidikan karakter berarti pendidikan yang bertujuan agar anak-anak dapat mengalami, memperoleh, dan memiliki karakter yang kuat yang diinginkan (Suparno, 2015: 29). Sementara itu, Lickona (Lie, Anita dkk., 2020: 227) mengemukakan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah upaya yang disengaja untuk mengembangkan kebajikan bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungan yang merupakan sifat utama manusia.
Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekat, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai baik terhadap Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan maupun bangsa yang pada akhirnya akan mewujudkan insan kamil (Halim, Abdul R, 2017). Menurut Wynne (Zahri, Cut, 2013; Mulyasa, 2011), karakter berasal dari Bahasa Yunani to mark ‘menandai’ dan memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku sehari-hari. Pendidikan karakter merupakan sistem penanaman nilai-nilai karakter pada peserta didik yang meliputi komponen-komponen kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Menurut Doni Koesoema (Kompas.com, 2015), program Kementerian Pertahanan untuk membentuk kader bela negara membawa kita pada romantisme Pendidikan karakter ala Sparta. Pendidikan karakter ala Sparta terarah pada pertumbuhan keutamaan moral sebagai warga negara yang memiliki rasa cinta secara total terhadap tanah air, menghargai kekuatan dan kekerasan, mengutamakan Latihan fisik demi kesiapan tempur dan ketaatan total kepada tanah air. Idealisme kepahlawanan kolektif yang totalitaristik menjadi spirit tiap warga negara.
Zaman sudah berubah dan berangsur-angsur pola pendidikan juga berubah. Pendidikan karakter ala Sparta hanya aktual jika diambil spiritnya, yaitu disiplin, kepatuhan, dan keberanian.
Menurut pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, Penguatan Pendidikan Karakter yang selanjunya disingkat PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Karakter adalah upaya atau sistem penanaman nilai-nilai karakter pada peserta didik untuk mengembangkan kebajikan individu melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga yang disertai komitmen tinggi untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Unsur-unsur yang bertanggung jawab adalah satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Ketiganya harus bersinergi mewujudnyatakan fungsinya sebagai tri pusat pendidikan.
Pada era menteri Nadiem Makarim saat ini, dikenal sebuah program yang digagas untuk mengetahui sejauh mana kondisi sekolah mendukung bertumbuhnya profil pelajar Pancasila dan status kesejahteraan dan kebahagiaan peserta didik. Survei karakter menjadi prasyarat tentang pemahaman situasi dan kondisi sekolah sebelum merencanakan dan mengimplementasikan gerakan penguatan karakter. Hasil survei karakter yang dirangkum dalam rapor pendidikan lengkap dengan catatan rekomendasi yang diberikan mempermudah satuan pendidikan dalam merancang program-program perbaikan.
Menurut Doni Koesoema dalam (Lie, Anita dkk, 2020), kelebihan survei karakter yang sudah didesain dengan lebih objektif melalui parameter yang lebih terfokus, melibatkan ahli psikometri, memungkinkan hasilnya lebih objektif. Dengan demikian sekolah bisa memperoleh masukan berharga dalam pengembangan pendidikan karakter. Namun, kekurangan survei karakter ini adalah potensi melemahnya daya refleksi dan evaluasi para pelaku di sekolah yang menjadi aktor kunci keberhasilan pendidikan karakter.
Kepala Sekolah sebagai motor penggerak utama dalam proses pendidikan karakter menjadi sosok yang selalu berada di garda terdepan. Oleh karena itu, setelah menerima rapor pendidikan, Kepala Sekolah bersama tim guru harus menelusuri lebih dalam rekomendasi yang diberikan sambil melihat realitas yang ada di lapangan. Rapor Pendidikan bukan satu-satunya sumber yang dijadikan acuan perbaikan berkelanjutan.
2.2 Edukasi Mental Anak
Edukasi mental dan pendidikan karakter memiliki kaitan yang sangat erat. Baik edukasi mental maupun pendidikan karakter memiliki tujuan yang sama, yaitu membentuk kepribadian yang sehat, stabil, dan berdaya guna bagi masyarakat. Edukasi mental mengarah pada terbentuknya sikap mental positif dan kesehatan mental yang prima.
Jeff Keller (Keller, Jeff, 2012) mengemukakan bahwa “Sikap mental adalah jendela Anda memandang dunia”. Lebih lanjut, Jeff Keller menyatakan bahwa semua orang memulai hidup dengan jendela mental bersih. Namun, suatu saat kehidupan akan mengotori jendela kita dan yang terjadi adalah jendela kita terciprat kritik orang tua dan guru, tercoreng ejekan teman, berlumur penolakan, dinodai kekecewaan, dan dikeruhkan keraguan. Kotoran demi kotoran semakin menumpuk dan orang tidak berusaha untuk membersihkannya. Akibatnya, mereka frustasi dan tertekan bahkan menguburkan impian-impian dan lupa membersihkan jendela mentalnya. Orang yang dalam kondisi kotor jendela mentalnya tidak bisa melihat masa depan dengan jelas.
Menurut Jeff Keller, ada dua filter sikap yaitu filter optimis (gelas setengah isi) dan filter pesimis (gelas setengah kosong) Filter optimis menghasilkan mental positif dengan ciri-ciri: berpikir “Saya bisa”, konsentrasi pada solusi, mencari kebaikan orang lain, mensyukuri berkah yang diterima, dan melihat kemungkinan. Filter pesimis menghasilkan mental negatif dengan ciri-ciri: berpikir “Saya tidak bisa”, berkutat pada masalah, mencari kesalahan orang lain, mencari yang tidak ada, dan melihat keterbatasan.
Dari yang dipaparkan Keller dapat disimpulkan bahwa sikap mental positif akan membuka peluang menuju kesuksesan. Ada tiga kata kunci yang ditawarkan Keller untuk mengubah impian menjadi kenyataan, yaitu BERPIKIR, BERBICARA, dan BERTINDAK. Keberhasilan pada awalnya ditentukan oleh cara seseorang berpikir, cara berbicara (sikap) baru kemudian bertindak.
Menurut World Health Organization (Dewi, Sari, 2012), kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya.
Penggunaan gadget dapat berdampak pada kesehatan mental dan motivasi belajar siswa. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan gadget yang berlebihan dapat memicu terjadinya kecanduan gadget pada siswa yang dapat mengganggu kesehatan mental dan motivasi belajar mereka (Kamarrudin, Ilham, 2023; Tirtayanti, 2021). Selain itu, penggunaan gadget berlebihan dapat meningkatkan risiko stress, kecemasan, dan depresi pada siswa. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti tekanan untuk terus terkoneksi dengan dunia digital, tekanan untuk mempertahankan citra online, dan tekanan untuk terus memperbarui informasi yang diterima dari gadget (Kamarrudin, Ilham, 2023; Syifa et al., 2019).
Bertolak dari beberapa pandangan tersebut dapat ditarik garis besar bahwa kesehatan mental anak perlu mendapatkan perhatian serius. Penggunaan gadget berdampak pada kesehatan mental anak dan harus diwaspadai. Kesehatan mental anak harus dijaga supaya mampu mengelola stress dan dapat belajar dengan optimal.
2.3 Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management)
Menurut Derbas (Alfarah dan Gharib, 2012), Total Quality Management adalah gaya manajemen yang efektif yang didasarkan pada pemecahan masalah dan deteksi kesalahan serta perbaikan kebutuhan administrasi terkait, yaitu guru dan siswa. Sementara itu, menurut Winston ( Haryanto, S, 2014; Retnoningsih, 2012), Total Quality Management adalah model pengelolaan manajemen yang mencoba mengerjakan segala sesuatu dengan “Selalu baik sejak awal”. Kata “Total” dalam TQM mengandung pengertian bahwa semua orang (Kepala Sekolah, guru, dan tenaga kependidikan) yang berada dalam organisasi sekolah harus terlibat dalam upaya meningkatkan perbaikan secara terus menerus dan merupakan manajer bagi tanggung jawabnya masing-masing.
Usman (Haryanto, S, 2014; Retnoningsih, 2012) mengemukakan bahwa ISO 9000: 2000 menetapkan delapan prinsip yang dapat digunakan tim manajemen suatu organisasi untuk meningkatkan mutu pendidikan, yaitu fokus pada pelanggan, kepemimpinan, melibatkan semua orang, pendekatan proses, pendekatan system dalam manajemen, peningkatan terus menerus, pendekatan fakta dalam pengambilan Keputusan, dan hubungan yang saling menguntungkan.
Dalam implementasi Total Quality Management di dunia Pendidikan ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan: (1) perbaikan secara terus menerus, (2) menentukan standar mutu, (3) perubahan kultur yang bertujuan membentuk budaya organisasi yang menghargai mutu dan menjadikan mutu sebagai orientasi semua komponen organisasional, (4) perubahan organisasi, (5) mempertahankan hubungan dengan pelanggan (Sallis, Edward, 2006)
Nasution (Haryanto, S, 2014) mengemukakan bahwa ada model perbaikan berkesinambungan yang dikembangkan oleh Edward Deming disebut siklus Deming yang dikenal dengan sikus PDCA (Plan-Do-Check-Act). Delapan langkah yang diterapkan dalam PDCA adalah (1) identifikasi masalah utama, (2) meneliti penyebab utama, (3) menentukan penyebab yang sangat berpengaruh, (4) menyususn rencana perbaikan dan menetapkan sasaran, (5) menentukan tanggung jawab, mengapa, apa, dan bagaimana melakukan rencana, (6) evaluasi dan validasi pelaksanaan, (7) kaji semua feeback dan lakukan perbaikan, (8) memperbaiki standar.
Secara keseluruhan, Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) adalah pendekatan holistik untuk menciptakan budaya organisasi yang beroientasi pada mutu, keterlibatan seluruh komponen organisasi, dan perbaikan berkelanjutan. Mutu ditentukan oleh dua faktor, yaitu (1) terpenuhinya spesikfikasi yang telah ditentukan sebelumnya, dan (2) terpenuhinya spesikfikasi yang diharapkan sesuai tuntutan dan kebutuhan pengguna jasa. TQM menggunakan siklus PDCA atau model lain untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan melakukan perbaikan berkelanjutan.
3. Pembahasan
3.1 Program-program Rutin
Ibarat bangunan sebuah gedung, sistem pendidikan sekolah Krista Mitra memiliki pilar pendidikan yang disebut Pilar Krista Mitra. Pilar-pilar ini didirikan di atas pondasi yang kokoh dan kuat, yaitu Firman Tuhan. Pilar ini menjadi pedoman bagi seluruh sivitas akademika dalam menjalankan proses pendidikan di Krista Mitra. Gambar 1. berikut ini tampilan dari Pilar Krista Mitra.
Dari gambar 1 tampak jelas bahwa ada 4 pilar Pendidikan yang harus dijadikan pedoman oleh segenap sivitas akademika SMP Krista Mitra dalam merealisasikan tujuan sekolah, yaitu Karakter, Ilmu, Keterampilan, serta Karya dan Pelayanan. Karena Firman Tuhan menjadi pondasi maka Firman Tuhan harus tertanam kuat dalam setiap pribadi guru, tenaga kependidikan maupun siswa. Guru, tenaga kependidikan, dan siswa wajib memiliki Christian worldview dalam hidupnya.
Devosi Pagi
Devosi pagi adalah agenda rutin setiap pagi yang menjadi sarana bagi guru, tenaga kependidikan, dan siswa dalam mendalami Firman Tuhan. Dari kegiatan inilah guru, tenaga kependidikan, dan siswa mendapat kesempatan untuk menginternalisasi diri nilai-nilai yang ada dalam alkitab sehingga memiliki cara pandang yang alkitabiah (Christian worldview) di dalam kehidupannya, yaitu: (1) Siswa dan guru mampu untuk memahami segala sesuatu yang mereka pelajari (knowledge and wisdom), di bawah terang Firman Tuhan dan tujuan Allah bagi kehidupan mereka, (2) Siswa dan guru memakai segala sesuatu yang mereka pelajari (knowledge and wisdom), sesuai dengan kebenaran Allah dan untuk memenuhi tujuan Allah bagi kehidupan mereka.
Materi devosi di Krista Mitra mungkin berbeda dengan materi devosi yang digunakan oleh sekolah lain. Krista Mitra memilih model kolaborasi dan menerapkan model siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act). Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasinya melibatkan semua komponen yang ada. Karena semua komponen terlibat aktif maka sertiap individu merasakan tumbuh dan berkembang bersama-sama. Saling menopang, mengisi, memperlengkapi, dan menguatkan satu dengan yang lainnya.
Ada pembagian tugas yang terstruktur dan sistematis untuk devosi ini. Pendeta adalah garda terdepan yang mendapatkan tugas untuk merancang dan menyusun materi. Berikutnya, ada tim yang bertugas mengecek kesiapan materi sebelum dibagikan ke seluruh sivitas akademika sekolah Krista Mitra. Setelah dilakukan pengecekan dan dinyatakan siap dibagikan, koordinator kerohanian akan membagi ke grup Manajemen dan Kepala Sekolah. Selanjutnya, Kepala Sekolah berbagi kepada guru dan tenaga kependidikan, dan wali kelas melanjutkan berbagi kepada semua siswa. Semua berjalan lancar karena grup-grup Wa yang dibentuk sangat membantu proses penyampaian materi ke semua komponen. Demikian seterusnya kegiatan ini berlangsung dengan siklus mingguan. Hari Sabtu digunakan sebagai hari berbagi materi untuk minggu berikutnya yang akan dijalani bersama.
Dalam upaya melibatkan semua komponen dalam pelaksanaan devosi, Kepala Sekolah membuat jadwal petugas untuk memimpin devosi. Demikian pula wali kelas, wali kelas melakukan koordinasi kelas agar semua siswa bisa terlibat dalam memimpin devosi. Guru melakukan devosi bersama pada pukul 06.45 – 07.00 sedangkan siswa pada pukul 07.05 – 07.20 di kelas masing-masing dengan bimbingan wali kelas. Khusus untuk siswa diwajibkan untuk membuat ringkasan renungan setiap hari dan akhir pekan dimintakan tanda tangan kepada orang tua. Orang tua pun diberikan kesempatan untuk memberikan umpan balik atas hasil permenungan anaknya.
Sistem devosi yang diimplementasikan dengan mengadopsi Total Quality Management dan model siklus PDCA ternyata membuahkan hasil yang sangat menggembirakan. Guru dan tenaga kependidikan terlatih untuk semakin peka terhadap pesan-pesan moral dari Alkitab yang berdampak pada kedisiplinan, etos kerja, dan integritas yang tinggi. Dari hasil diskusi terlontar dari guru-guru dan tenaga kependidikan bahwa kesempatan ini belum pernah mereka alami di tempat lain. Ada pula Sebagian guru yang semula jarang membuka Alkitab menjadi termotivasi untuk selalu membuka dan merenungkan Firman Tuhan.
Dari hasil pengamatan wali kelas, dampak positif yang dirasakan bagi siswa adalah mereka terlatih untuk berani berbicara dan menyampaikan olah pikirnya di depan teman-temannya. Secara berangsur-angsur rasa percaya diri siswa mulai tumbuh dan berkembang. Orang tua pun senang karena ada perubahan positif pada diri anaknya yang tersampaikan melalui wali kelas.
Upacara/Apel Pagi Hari Senin
Upacara/apel pagi adalah program rutin yang dilaksanakan setiap hari Senin. Program ini ditujukan untuk menumbuhkan dan merawat kedisiplinan, jiwa patriot dan cinta tanah air. Penjadwalan petugas yang diurutkan per kelas melatih mereka untuk belajar bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan sekolah.
Dari hasil pengamatan wakil kepala sekolah bidang non akademik bersama wali kelas tampak bahwa anak-anak sangat antusias ketika mendapatkan giliran bertugas. Namun, masih saja ditemukan adanya anak-anak yang masih terlambat upacara/apel. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kedisiplinan anak-anak belum mencapai 100% dan perlu evaluasi lebih lanjut.
Olganambuli (Olah raga senam sebulan sekali)
Program ini adalah olah raga senam yang didesain untuk dilakukan sebulan satu kali secara serempak untuk guru, tenaga kependidikan, dan siswa semua jenjang. Dipilih hari Senin sebagai bentuk variasi dari program rutin upacara/apel pagi. Tujuannya adalah membangun sportivitas, menjaga kesehatan, dan menumbuhkan keceriaan pada diri guru, tenaga kependidikan, dan siswa. Dampak yang paling dirasakan adalah keceriaan. Hal ini penting karena keceriaan membawa semangat baru untuk berkarya bagi siapa pun.
3.2 Program-program Non Rutin
Deklarasi Anti Bullying dan Kekerasan Seksual
Deklarasi Anti Bullying dan Kekerasan Seksual adalah momentum yang sengaja didesain agar para siswa selalu ingat terhadap niat dan kesanggupan mereka untuk bersama-sama mencegah bullying dan kekerasan seksual di sekolah. Pada deklarasi tersebut guru dan siswa bersama-sama menyatakan stop bullying dan kekerasan seksual dengan membubuhkan cat telapak tangan pada papan yang sudah disediakan. Pada kesempatan itu pula diundang Tim Pencegahan dan penanganan Kekerasan (TPPK) yang sekaligus menyaksikan penetapan Agen Anti Bullying di setiap kelas. Dampaknya cukup signifikan, karena jika terjadi pelanggaran, guru tinggal mengingatkan peristiwa yang telah mereka sepakati bersama.
Deklarasi Disiplin Positif
Disiplin Positif adalah pendekatan dalam membimbing siswa yang menekankan pada pembentukan koneksi yang positif antara guru, tenaga kependidikan dan siswa. Disiplin positif menghindari hukuman fisik dan fokus pada penggunaan konsekuensi logis dan pemnbinaan keterampilan sosial dan emosional pada siswa. Deklarasi Disiplin Positif di SMP Krista Mitra didesain agar mementum ini menjadi penanda yang mengingkan guru, tenaga kependidikan dan siswa sama-sama berkomitmen untuk menghidupi konsep Disiplin Positif. Hasil yang diharapkan adalah adanya kesepahaman mengenai 7 prinsip disiplin positif baik untuk guru, tenaga kependidikan maupun siswa, yaitu (1) menumbuhkan kesadaran internal, bukan kontrol dari luar, (2) konsekuensi logis bukan hukuman, (3) dorongan bukan hadiah, (4) koneksi sebelum koreksi, (5) memahami bukan menghakimi, (6) kendalikan diri bukan kontrol orang lain, dan (7) lembut dan tegas.
Pelatihan Konvensi Hak Anak dan SRA
Untuk membekali guru-guru dan tenaga kependidikan tentang Sekolah Ramah Anak, sekolah mengundang Pengawas yang sudah mempunyai lisensi pelatihan Konvensi Hak Anak. Dengan memahami Konvensi Hak Anak diharapkan sekolah semakin mantap dalam melaksanakan program Sekolah Ramah Anak.
Pemasangan Poster Motivasi dan Informasi
Poster motivasi penting karena dapat memberikan dorongan, inspirasi, dan semangat bagi individu. Poster informasi juga sangat penting karena bisa memberikan penguatan literasi bagi siswa. Poster-poster besar yang dipasang di Loby SMP Krista Mitra dan tempat-tempat strategis lain diyakini memberikan dampak positif bagi para siswa. Tujuan yang ingin dicapai dari pemasangan poster motivasi, yaitu (1) mengingatkan dan menginspirasi, (2) meningkatkan motivasi dan produktivitas, (3) memotivasi pekerjaan tim, (4) meningkatkan kesejahteraan mental, (5) menciptakan lingkungan yang positif. Sementara itu, poster-poster informasi ditujukan untuk: (1) meningkatkan kesadaran, (2) menggerakkan tindakan, (3) memberdayakan individu, (4) mempromosikan karya atau layanan tertentu. Berikut ini gambar-gambar sebagian poster yang sudah terpasang di Loby SMP Krista Mitra, yaitu poster motivasi dan poster informasi.
Parents Meeting: Tips dan Trik Mencegah serta Menangani Bullying dan Kekerasan Seksual pada Remaja
Tripusat Pendidikan: Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat sangat menentukan keberhasilan proses Pendidikan. Ketiganya harus bersinergi agar pelaksanaan pendampingan, pembimbingan, dan pelatihan bagi peserta didik berjalan sesuai tata aturan yang ada dan benar-benar mencapai tujuan. Pendidikan yang sudah baik dalam keluarga harus didukung oleh sekolah dan masyarakat. Demikan pula untuk proses pendidikan di sekolah yang sudah tersususun secara sistematis dan terstruktur harus didukung oleh orang tua dan masyarakat.
Dalam rangka mengefektifkan upaya pencegahan bullying dan kekerasan seksual, SMP Krista Mitra telah mengundang orang tua siswa dalam acara parenting dengan tema Tips dan Trik Mencegah serta Menangani Bullying dan Kekerasan Seksual pada Remaja. Kegiatan ini terlaksana pada hari Sabtu, 14 Oktober 2023. Pada kesempatan ini, sekolah menghadirkan Narasumber dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) kota Semarang.
3.3 Tanggapan Orang Tua terhadap Rangkaian Edukasi Mental
Untuk mengetahui gambaran tingkat keberhasilan program GEMA SPARTAN (Gerakan Edukasi Mental Anak Secara terPAdu dan beRkelanjuTAN) yang telah dilaksanakan pada semester ganjil Tahun Ajaran 2023/2024 telah dibagikan kuesioner kepada orang tua siswa. Dari 103 responden yang masuk, penulis kelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu persentase perubahan sikap siswa, persentase siswa yang pernah dibully dan tidak pernah dibully, serta persentase jenis pembullyan yang pernah dialami. Dari data ini bisa dijadikan indikator apakah Gerakan Edukasi Mental Anak Secara Terpadu dan Berkelanjutan memberikan dampak terhadap terciptanya suasana aman dan nyaman di sekolah. Jika membawa dampak yang signifikan maka gerakan ini bisa dilanjutkan agar perbaikan berkelanjutan mencapai hasil yang optimal. Jika kurang memberikan dampak positif perlu diadakan evaluasi dan rencana tindak lanjut. Berikut rekapitulasi data yang diperoleh.
Perubahan Sikap Siswa
Dari data tabel 1 dapat dilihat dengan jelas persentasenya pada diagram lingkaran berikut.
Data Pembullyan Siswa
Dari tabel 2 dapat dilihat persentasenya dalam diagram lingkaran berikut.
Jenis Pembullyan yang Dialami Siswa
Dari 21 siswa yang pernah mengalami dibully berdasarkan pendapat orang tua akan dirinci lebih detail sebagaimana tercantum dalam tebel 3 berikut.
4. Simpulan dan Saran
Dari hasil observasi dan pengolahan data berdasarkan persepsi orang tua siswa diperoleh kesimpulan bahwa GEMA SPARTAN memberikan dampak yang signifikan terhadap perubahan sikap siswa sehingga tercipta iklim keamanan sekolah yang lebih aman dan nyaman. Pembullyan masih terjadi tetapi persentasenya kecil dan tidak berpengaruh banyak terhadap iklim keamanan sekolah.
Persentase jenis pembullyan yang terbesar adalah pembullyan verbal. Hal ini perlu menjadi perhatian guru-guru untuk mendampingi siswa lebih intensif agar pembullyan verbal banyak terkurangi. Untuk mempertajam proses tercapainya tujuan jangka panjang, perlu dilakukan Revitaslisasi Edukasi Mental Anak (REMA) pada tahun ajaran berikutnya agar semakin terbentuk siswa-siswa yang cerdas berkarakter.
Daftar Pustaka
Dewi, Sari. 2012. Kesehatan Mental. Semarang: UPT UNDIP Pres http://eprints.undip.ac.id/38840/1/KESEHATAN_MENTAL.pdf, diunduh di Semarang, 24 Februari 2024
Halim, Abdul R. 2017. Pendidikan Karakter adalah Sebuah Keharusan. Waskita Vol. 1 No. 1: Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
Haryanto, S. 20014. Pengaruh Total Quality Management (ISO 9001: 2008) terhadap Motivasi Belajar Peserta Didik melalui Profesionalitas Guru. Semarang: Unika Soegijapranata
Kamarrudin, Ilham dkk. 2023. Dampak Penggunaan Gadget pada Kesehatan Mental dan Motivasi Belajar siswa di Sekolah. Journal on Education Vol.06. No. 01
Keller, Jeff. 2022. Attitude is Everything. Jakarta Selatan: PT. Rene Turos Indonesia
Koesoema, Doni. 2015. Pendidikan Karakter Spartan. Kompas.com https://nasional.kompas.com/read/2015/10/20/19000031/Pendidikan.Karakter.Spartan?page=all , diunduh di Semarang 9 Februari 2024
Lie, Anita dkk. 2020. Mendidik Generasi Milenial Cerdas Berkarakter. Yogyakarta: PT. Kanisius
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter https://setkab.go.id/wp-content/uploads/2017/09/Perpres_Nomor_87_Tahun_2017.pdf, diunduh di Semarang 24 Februari 2024
Sallis, Edward, 2006. Manajemen Mutu Pendidikan. Terjemahan Ahmad Ali Riyadi dan Fahrrurozi dari Total Quality Management in Education (2002). Yogyakarta: IRCISoD
Suparno, P., 2015. Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: PT. Kanisius