Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), otentik diartikan sebagai sesuatu yang asli/tulen/sah/dapat dipercaya. Jika seseorang memiliki akta otentik berarti akta itu sah, dapat dipercaya karena dibuat di hadapan pejabat yang berwenang serta dibuat dalam bentuk yang ditentukan dengan undang-undang.
Bagaimana memaknai otentisitas kaitannya dengan karakter seseorang? Jika seseorang melakukan sebuah pekerjaan yang sebenarnya tidak ia sukai maka orang itu dikatakan tidak otentik. Ketika seseorang menampilkan dirinya yang tidak sama dengan situasi dan kondisi yang senyatanya, orang itu tidak otentik. Orang yang selalu “jaim” = jaga Image dalam lingkungan kerja maupun di tengah masyarakat maka orang itu dikatakan tidak otentik. Ketika seorang anak menempuh studi atau mengikuti kursus yang tidak sesuai dengan minat dan bakat maka anak tersebut juga dikatakan tidak otentik. Seorang bawahan yang menyampaikan laporan kepada pimpinan dan ternyata tidak sesuai dengan realitas yang ada maka orang tersebut dikatakan bertindak yang tidak otentik. Seorang pimpinan yang selalu menutupi segala sesuatu supaya kelihatan selau baik di mata bawahan, pimpinan tersebut juga tidak otentik. Lalu, seperti apakah pribadi yang otentik itu?
Teori otentisitas mengatakan bahwa mereka yang otentik adalah mereka yang mampu mengosongkan diri dan mengarahkan segenap perhatian mereka pada tujuan atau panggilan hidup mereka. Mengosongkan diri di sini artinya bahwa mereka mampu melepaskan diri dari hanya sekedar perasaan-perasaan, hasrat-hasrat, dan kebutuhan semu. Mereka mampu mengarahkan dan fokus pada tujuan hidup dengan nilai-nilai keutamaan yang lebih tinggi.
Apa pentingnya pribadi yang otentik itu? Dengan otentisitasnya diharapkan seseorang mampu menjadi pribadi yang mandiri dan berintegritas. Selain itu diharapkan bisa mengambil keputusan-keputusan strategis, lebih bijaksana dan menempatkan diri dengan tetap menjadi dirinya apa adanya.
Permasalahannya sekarang, bagaimana caranya supaya seseorang bisa benar-benar otentik? Untuk menjadi otentik memang bukan perkara mudah. Pertama, orang harus sadar dan mengenal sungguh siapa dirinya. Kedua, harus ada motivasi hidup yang benar supaya bisa merefleksikan setiap fenomena yang terjadi dalam hidupnya.
Selamat menjadi pribadi-pribadi yang otentik! Semoga.
“SATUKAN HATI-ASAH NURANI”
St. Haryanto, S.Si., M.M.
Penulis adalah Kepala SMP Krista Mitra sekaligus Guru Pengampu mata pelajaran Matematika.